Follow @parahitairawan
Pada tahun 1920-an, DuPont Corporation mempelopori salah satu metoda analisa kinerja perusahaan yang sampai dengan saat ini dikenal dengan nama DuPont Analysis.
Intinya, analisa DuPont dilakukan dengan memecah return on equity (ROE) menjadi beberapa bagian. Mengapa ROE? ROE menggambarkan besarnya rate of return yang didapatkan oleh pemegang sahamnya. Dengan memecah perhitungan ROE, kita dapat mengetahui bagaimana suatu bisnis mendapatkan keuntungan.
Seperti yang kita ketahui formula ROE adalah:
Pada analisa DuPont, ROE dipecah menjadi 3 bagian:
atau dapat juga dituliskan:
ROE = Net profit margin x Assets turnover x Equity multiplier
Setiap bisnis memiliki karakteristik masing-masing untuk mendapatkan ROE yang tinggi. Pada dasarnya industri dapat kita bagi menjadi 3 golongan:
1. High turnover industries
Industri yang memiliki turnover tinggi salah satunya adalah retail. Persaingan pada industri ini begitu ketatnya sehingga ROE yang tinggi tidak bisa didapatkan dengan mengenakan harga premium kepada konsumen. Untuk mendapatkan ROE yang tinggi mereka bermain di volume penjualan. Ciri khas industri ini (sesuai dengan formula ROE) adalah tingginya assets turnover.
2. High margin industries
Industri tertentu bisa mendapatkan profit margin yang tinggi. Mereka tidak terlalu bergantung pada volume penjualan. Industri jenis ini ditandai dengan tingginya net profit margin.
3. High leverage industries
Industri yang tergolong high leverage adalah perbankan. Bagi bank, tabungan dari nasabah diperlakukan sebagai utang yang dapat dipergunakan sebagai modal untuk menyalurkan kredit. Keuntungan yang didapatkan oleh bank adalah selisih antara bunga kredit dengan bunga tabungan/deposito. Industri yang masuk ke dalam golongan ini ditandai oleh tingginya equity multiplier. Jika dinyatakan dalam rasio debt to equity (DER), maka: Equity multiplier = 1 + DER.
Dengan mengetahui karakteristik industri, kita akan dapat mengetahui dengan lebih akurat apabila komponen penting yang merupakan sumber keuntungannya turun, pengaruhnya akan signifikan ke kinerjanya.
Contoh Kasus
Industri Retail (High Turnover Industry)
Seperti yang telah diutarakan sebelumnya, penyusun ROE yang dominan bagi industri retail adalah assets turnover. Rendahnya margin pada industri ini ditutupi oleh tingginya assets turnover. Prinsipnya, semakin banyak barang yang terjual, semakin besar keuntungan yang didapatkan. Kenaikan penjualan bisa didapatkan dari dua cara. Yang pertama adalah meningkatkan volume dan yang kedua adalah dengan menambah jumlah gerai. Karena pada umumnya pelaku bisnis retail melakukan keduanya, seringkali mereka menggunakan parameter yang disebut dengan Same Store Growth (SSG). Same Store Growth ini mengukur tingkat pertumbuhan penjualan seandainya jumlah gerai mereka tidak bertambah. Dengan menggunakan SSG, mereka dapat mengetahui apakah pembukaan gerai baru akan memberikan keuntungan tambahan bagi mereka.
Ukuran lain yang digunakan adalah Revenue per Square Metre (Penjualan per Meter Persegi). Pada umumnya, pelaku bisnis retail mengeluarkan biaya operasional yang tinggi untuk menyewa tempat. Oleh karena itu, revenue per square metre sangatlah penting.
Industri Perbankan (High Leverage Industry)
Nature dari industri perbankan adalah tingginya leverage yang pada formula DuPont di atas ditunjukkan oleh equity multiplier. Semakin besar equity multiplier maka semakin tinggi leverage-nya. Leverage ini dalam bahasa gampangnya adalah utang. Secara umum, kita harus mewaspadai perusahaan dengan leverage yang tinggi karena sangat rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi. Industri perbankan sendiri tergantung pada NIM (net interest margin). Semakin besar NIM, maka semakin besar keuntungan yang didapatkan. Tren penurunan suku bunga belakangan ini mengakibatkan bank mendapatkan keuntungan yang cukup besar. Seperti terlihat pada tabel, tingginya profit margin merupakan dampak dari rendahnya suku bunga. Namun perlu dicatat, profit margin yang tinggi bukan merupakan ciri khas industri perbankan karena dapat berubah-ubah sesuai dengan tren suku bunga.
Industri Semen (High Margin Industry)
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, industri semen pun mendapatkan berkahnya. Terlihat bahwa profit margin rata-rata cukup tinggi (berkisar sekitar 20%). Perputaran asetnya biasa-biasa saja dan leverage-nya pun relatif rendah. Dapat kita simpulkan bahwa profit margin merupakan faktor dominan bagi tingginya ROE.
Agar analisa DuPont ini dapat lebih efektif, ada baiknya kita melihat data historis. Dengan demikian kita akan dapat melihat apakah dominannya salah satu faktor penyusun ROE benar-benar merupakan karakteristik suatu industri atau hanyalah tren sementara saja.
Ilmu yang sangat bermanfaat nich…sekali lagi bro…makasih..telah bagi-bagi pengetahuan…!! Sepertinya sudah harus dibikin bukunya bog ini.. 🙂 Ada rencana bikin buku bro??
LikeLike
superb….. very good… amaizing analysis…. saya harap ada analysis-analysis lainya lagi nanti.. dan kalau bisa aku minta di email donk… trims berat atas ilmunya…..
LikeLike
@ilyas badrudin
Kalau mau subscribe via email ada di kanan atas blog ini.
LikeLike
Pak, saya mau tanya dalam metode Discounted Cash Flow.
Saya search wikipedia
http://en.wikipedia.org/wiki/Valuation_using_discounted_cash_flows
Rumus Cash Flow dalam contoh diatas saya rasa itu Laba Operasi(Operating Income). Dalam link di atas rumus cash flow = Revenue – Expense
Menurut saya itu laba operasi (operating income) Apakah benar Pak rumus Cash Flow begitu ? Thx
LikeLike
Pingback: Ngobrol Tentang ROE | Pojok Ide Investasi
makasih infonya 🙂
LikeLike
Pingback: ROE Breakdown: Studi Kasus SMSM | Pojok Ide Investasi
kalau perusahaan property dan real estate bagaimana melihat tingginya ROE. Lebih tepatnya alasannya apa
LikeLike
Maaf sebelumnya, apakah data tersebut ada website resmi? jika ada, boleh minta? Untuk keperluan tugas.. Karena jika dari wordpress biasanya dianggap kurang akurat. Terima kasih..
LikeLike
apakah materi tersebut ada referensi bukunya? jika ada boleh di share?
LikeLike