Krisis Yunani: Sekali Lagi Mengenai Krisis Utang


Sumber: studyabroad.blogs.bucknell.edu

Yunani adalah negara yang terletak di bagian selatan dari semenanjung Balkan. Negara ini merupakan salah satu pelopor munculnya peradaban barat dan merupakan tempat kelahiran dari demokrasi. Negara yang penduduknya berjumlah sekitar 11 juta jiwa merupakan negara dengan GDP sebesar $343 miliar yang merefleksikan negara dengan kekuatan ekonomi terbesar ke-27. Dengan menduduki peringkat ke-22 dalam standar hidup, Yunani dikategorikan sebagai negara maju (developed country). Pada tahun 1981, Yunani memutuskan untuk masuk ke dalam European Communities yang merupakan cikal bakal dari Uni Eropa.

Awal Mula Krisis Yunani

Akhir-akhir ini santer terdengar berita bahwa Yunani mengalami krisis utang. Ya, krisis utang. Setelah dunia digoncangkan dengan krisis global yang berpangkal pada krisis subprime mortgage di Amerika Serikat, sekali lagi kita terhenyak menyaksikan kasus yang berkaitan dengan utang terjadi kembali. Profesor Paul De Grauwe dari Universitas Leuven, berdasarkan data ECB (European Central Bank) menyimpulkan bahwa terdapat pola utang suatu negara:

  • Pertama, pada umumnya utang swasta meningkat lebih cepat dibandingkan dengan utang pemerintah
  • Selama masa ekspansi, pertumbuhan utang swasta meningkat jauh lebih cepat meninggalkan peningkatan utang pemerintah
  • Ketika terjadi resesi, pemerintah mengambil alih utang swasta yang gagal bayar. Pemerintah terpaksa mengeluarkan lebih banyak surat utang untuk menyelamatkan sektor swasta.

Siklus ini terus berulang dan pemerintah berulang kali harus menambah utang untuk menyelamatkan sektor swasta.

Terdengar seperti kondisi Indonesia saat krisis moneter melanda negara kita ini pada tahun 1997 🙂

Kondisi Utang Yunani

Secara keseluruhan, utang pemerintah yang tergabung dalam Eurozone jumlahnya hanya 85% dari total GDP dan relatif aman dari ancaman krisis. Yang menjadi permasalahan adalah adanya beberapa negara anggota yang tingkat pertumbuhan utangnya jauh lebih tinggi daripada negara-negara lain di Eurozone. Berdasarkan data dari CIA World Fact Book, utang pemerintah Yunani berjumlah $405.7 miliar atau sekitar 125% dari GDP-nya. Angka ini jauh lebih tinggi dari rata-rata negara Uni Eropa. Jumlah tersebut tidaklah mengherankan jika kita melihat kondisi defisit fiskalnya. Diperkirakan pada akhir tahun 2009, pengeluaran Yunani adalah $145.2 miliar dengan total pendapatan hanya sekitar $108.7 miliar atau terjadi defisit fiskal sebesar $36.5 miliar (25.1%). Jika kondisi ini terjadi terus-menerus, maka dalam satu dekade ke depan utang Yunani jumlahnya akan menjadi hampir dua kali lipat saat ini. Dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata hanya sekitar 3% per tahun dan bahkan minus -1.9% di tahun 2009 (data World Economic Outlook IMF April 2010), besarnya utang ini sangat berpotensi menjadi malapetaka ketika tak mampu dibayar.

Pertanyaannya: Apakah krisis Yunani ini akan meluas ke negara-negara Eurozone lainnya?
Krisis Yunani ini menimbulkan kecemasan pada pasar finansial. Penurunan peringkat utang (credit rating) Yunani pada akhir April lalu menjadi yang terendah di antara negara-negara Eurozone menambah efek kecemasan tersebut. Kasus penundaan pembayaran utang Dubai yang menyeruak tahun lalu menyebabkan rating agency mencari negara-negara lain yang berpotensi untuk mengalami hal yang serupa. Penurunan peringkat utang membuat negara ini harus bekerja lebih keras membayar utangnya-utangnya karena tingkat suku bunga utangnya meningkat.

Reaksi Negara-Negara Eurozone

Risiko yang sangat ditakuti berkaitan dengan krisis utang Yunani ini adalah kepanikan pasar. Para pelaku pasar yang panik dapat menjual surat utang Yunani dan berpotensi menyebebabkan kejatuhan nilai surat utangnya. Jika hal ini sampai terjadi, para investor akan mulai mencari negara-negara lain di kawasan ini yang memiliki potensi serupa. Saat ini yang tengah disorot adalah Irlandia, Spanyol, Belgia, dan Portugal.

Seberapa besar kemungkinan pemerintah Eurozone akan melakukan bail-out terhadap Yunani? Sepertinya cukup besar. Surat utang Yunani saat ini banyak dimiliki institusi-institusi keuangan di negara-negara Eurozone sehingga dapat mendesak pemerintahnya untuk melakukan langkah-langkah penyelamatan. Alasan kedua adalah apabila Yunani mengalami default, maka pasar Sovereign Bond di negara-negara Eurozone lainnya  akan terkena imbasnya. Investor yang kehilangan uangnya karena memiliki obligasi Yunani akan menjual obligasi-obligasi negara yang memiliki kondisi mirip dengan Yunani seperti yang telah disebutkan di atas. Tentu saja hal ini tidak diinginkan oleh pemerintah negara-negara Eurozone.
Permasalahannya, ada beberapa pihak yang berpendapat bahwa bail-out terhadap negara-negara EU (European Union) adalah ilegal. Pendapat ini didasarkan pada Maastricht Treaty yang secara eksplisit melarang bail-out terhadap suatu negara. Alasan utama dari larangan tersebut adalah ’moral hazard’. Jika suatu pemerintahan mengetahui bahwa utangnya dapat dibayar oleh negara lain, maka lama kelamaan pemerintahan tersebut akan mengambil keuntungan dari hal tersebut. Namun sepertinya ancaman yang meluas ke negara-negara EU lainnya kali ini memaksa para pemimpinnya memutuskan untuk melakukan bail-out terhadap Yunani. Sebenarnya walaupun Yunani mengalami default atas utang-utangnya, jika dilunasi oleh negara-negara EU hanya akan meningkatkan persentase utang terhadap GDP negara-negara tersebut sebesar 3%.

Perkembangan Terakhir

Negara-negara EU sepakat untuk memberikan bantuan terhadap Yunani. Walaupun belum disebutkan, diperkirakan jumlah paket bantuan adalah sekitar sebesar $26.8 miliar. Mengingat adanya moral hazard, EU memutuskan tidak mencairkan bantuan sebelum Yunani membenahi policy fiskalnya. Pemerintah Yunani telah mengimplementasikan ’austerity measures’ dengan target pemotongan defisit fiskal sebesar 10% dari GDP. Langkah-langkah yang telah ditempuh oleh Yunani adalah:

  • Menaikkan pajak BBM, tembakau, dan alkohol
  • Menaikkan usia pensiun menjadi dua tahun lebih lama
  • Memotong gaji pegawai negeri. Hal ini berkaitan dengan besarnya proporsi gaji pegawai negeri yang mencapai 25% dari belanja negara.
  • Memperketat regulasi perpajakan

Tentu saja kebijakan-kebijakan tersebut menyebabkan aksi protes di mana-mana. Para pekerja di seluruh negeri melakukan boikot dengan menutup bandara, kantor pemerintahan, pengadilan, dan sekolah. Sebuah harga yang sangat mahal yang harus dibayar oleh pemerintahan yang ceroboh dalam mengelola kebijakan fiskalnya.

Kaitannya dengan Indonesia

Krisis Yunani ini menyebabkan jatuhnya kurs Euro terhadap mata uang lain, termasuk Rupiah. Imbas dari penurunan ini adalah turunnya kemampuan bersaing barang ekspor dari Indonesia ke Eropa. Selain itu, dana talangan dari EU kemungkinan akan didapatkan dari penerbitan surat utang yang akan menyedot likuiditas dari seluruh penjuru dunia. Indonesia sebagai salah satu negara sasaran ’hot money’ cukup berpotensi untuk terkena imbasnya.

Lebih jauh lagi, permasalahan ini adalah permasalahan kepercayaan. Apabila krisis terus meluas, tingkat kepercayaan investor akan semakin menurun dan bisa berdampak negatif termasuk terhadap pasar finansial Indonesia. Kita tentu belum melupakan bagaimana larinya ’hot money’ saat krisis global tahun 2008 menyebabkan IHSG terpuruk dari 2800 menjadi 1100 hanya dalam beberapa bulan.Walaupun IHSG perlahan-lahan mulai bangkit, tidak ada salahnya kita tetap waspada.

This entry was posted in Dongeng Investasi and tagged , , . Bookmark the permalink.

9 Responses to Krisis Yunani: Sekali Lagi Mengenai Krisis Utang

  1. war_no says:

    pernah saya mendengar, bahwa teori ekonomi dunia (umum) tidak berpengaruh terhadap ekonomi indonesia secara mutlak.
    dia bilang, contohnya krisis 98, seharusnya indonesia sekarang ini sudah kolaps dan banyak orang mati kelaparan karena krisis itu, tapi yang terjadi malah banyak orang kaya baru, macam pak Chairil Tanjung dan lainnya. juga didesa-desa malah tingkat ekonominya malah naik, yang dulu enggak punya motor, sekarang banyak yang punya.
    kira-kira, ini terpengaruh psikologi umum atau apa ya pak?

    Like

  2. parahita says:

    Di Indonesia masih banyak sekali ekonomi underground. Persentase aktivitas ekonomi yang tidak tercatat secara resmi masih cukup tinggi. Pada tahun 1997 sepertinya jumlah orang yang punya NPWP masih tidak terlalu banyak seperti sekarang ini sehingga penerimaan negara kurang optimal.

    Kalau di desa sih, orang cabut ubi suda bisa makan. Gak perduli dolar naik atau turun.

    Like

  3. war_no says:

    hehehe, bener…
    entar kalo pensiun pingin tinggal di desa lagi, ah…
    sepertinya filosofi orang desa ini bisa dipakai untuk investasi juga ya pak, “biarlah cuman makan ubi, asal enggak punya utang”
    hehehe…
    btw, saya seneng bung parahita kembali aktif menulis value investing, setelah sekian waktu vakum.
    selamat pak.

    Like

  4. ebay says:

    would u please give us the source where u got the data ? please !

    Like

  5. parahita says:

    @ebay
    Which data?

    Like

  6. ebay says:

    data source of the whole numbers that you gave in this article. i might think the web source or anything where u get that from !
    . you may write it in footnote, maybe ! thank you

    Like

  7. Halona says:

    Sewaktu krismon terakhir (97-98 klo ga salah) di Indonesia, waktu sedolar sekitar 17 ribuan rupiah, aku ingat di sepanjang perkebunan sawit riau ampe sumut ada banyak panggung-panggung dangdut di desa desa yang kulewati (ceritanya lg pulkam naik als).. Sewaktu istirahat makan di daerah rantau parapat, aku baru tahu kalo mereka lagi pesta karna panen (sawit) kiri kanan.. maksudku panen dari tonase (produktivitas) panen juga dari harga jual tbs n cpo..
    Kalo kemungkinan hal seperti ini yg trjadi jika ternyata krisis eropa bermasalah sampe ke indonesia mungkin gak??? Kalo emang mungkin, ya biar ajalah krisisnya terjadi..

    Like

  8. parahita says:

    @Halona
    Hehehe. Untung rugi tergantung siapanya ya

    Like

  9. Pingback: Pelajaran Berharga dari Yunani | Pojok Ide Investasi

Sampaikan komentar Anda