Apakah Kita Terlalu Optimis?


Sejak terjadinya krisis perumahan yang diikuti oleh krisis global pada tahun 2008, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang luar biasa. Booming middle class menjadi mesin pendorongnya. Pada artikel sebelumnya di sini (data tahun 2011), kita bisa melihat bahwa kinerja emiten-emiten BEI cukup baik dibandingkan dengan negara-negara lain.

Meskipun begitu, kondisi ekonomi tetaplah mengikuti apa yang disebut dengan siklus. Pada artikel sebelumnya yang saya tulis beberapa minggu lalu di sini, pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai diiringi dengan banjir kredit, termasuk kredit untuk properti. Hal ini sejalan dengan prediksi Minsky mengenai siklus ekonomi yang pernah dibahas sebelumnya di sini.

Lalu bagaimana perkembangan kinerja emiten-emiten BEI secara keseluruhan?

Mari kita perhatikan tabel-tabel berikut. Saya menggunakan data tahun 2012 untuk seluruh emiten. Grafik yang ditampilkan merupakan rata-rata seluruh emiten dan membuang 10% data tertinggi dan terendah (5% pada masing-masing) untuk menghilangkan outliers.

Profitabilitas

Profitabilitas_Emiten

Mengenai profitabilitas, ada dua rasio yang ditampilkan, yaitu return on equity (ROE) dan return on invested capital (ROIC). ROE menggambarkan imbal hasil yang diberikan kepada pemegang saham sementara ROIC menggambarkan imbal hasil yang diberikan kepada pemegang saham dan kreditur.

Dari grafik  di atas terlihat bahwa walaupun sejak tahun 2002 cenderung terus naik, mulai pada tahun 2010 ROE mulai menurun. Pada tahun 2010 ROE rata-rata BEI mencapai level 11.7% (tertinggi selama 10 tahun terakhir). ROE terus turun menjadi hanya 10.9% pada tahun 2012.  Hal yang sama terjadi juga pada ROIC yang mulai menurun pada tahun 2012.

Produktivitas

Produktivitas_Emiten

Gambaran yang lebih jelas bisa kita dapatkan ketika melihat keempat grafik di atas. Terlihat bahwa debt to equity ratio rata-rata naik cukup tajam pada tahun 2012 menjadi 0.75 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang berada di level 0.57. Hal ini menandakan bahwa emiten semakin agresif berutang. Kecenderungan ini tidak terlepas dari adanya pandangan umum bahwa ekonomi Indonesia akan semakin cerah di masa depan. Hal serupa juga bisa kita lihat pada grafik inventory turnover rata-rata. Terlihat bahwa pertumbuhan inventory (barang dagangan) lebih cepat dari pertumbuhan penjualan sehingga inventory turnover menurun tajam. Hal ini kemungkinan mengindikasikan adanya optimism dari emiten untuk mengantisipasi kenaikan permintaan di masa depan.

Yang cukup mengkhawatirkan bagi saya adalah penurunan assets turnover dari 0.84 pada tahun 2011 menjadi 0.79 pada tahun 2012. Hal ini mengindikasikan bahwa produktivitas aset untuk menghasilkan pendapatan semakin menurun. Salah satu yang mungkin menjadi penyebabnya adalah agresivitas belanja alat produksi (capital expenditure/capex). Sejak tahun 2009, persentase capex terhadap revenue terus meningkat. Capex/revenue yang pada tahun 2009 masih berada di level 6.4% naik tajam pada tahun 2012 menjadi 9.4%.

Mengapa saya khawatir?

Seperti kita ketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini dan tahun depan (2014) diperkirakan akan melemah. Melambungnya USD terhadap IDR juga turut menyumbang tekanan terhadap ekonomi karena banyak perusahaan yang membeli bahan baku dalam USD dan menjual produknya dalam IDR. Terlihat bahwa optimisme emiten yang diwujudkan dalam ekspansi dan membeli alat produksi akan menurunkan kinerjanya. Alat-alat produksi yang sudah terlanjur dibeli akan berpotensi memberikan imbal hasil rendah karena pertumbuhan ekonomi melemah. Sementara itu tekanan juga akan datang dari membesarnya utang yang digunakan untuk belanja alat produksi tersebut.

Kesimpulan:

  1. Perhatikan perkembangan assets turnover emiten. Assets turnover yang terus menurun menandakan adanya investasi aset yang kurang produktif. Untuk lebih jelasnya, kita bisa memperhatikan juga perkembangan ROIC dari waktu ke waktu.
  2. Waspadai emiten yang terlalu cepat menambah utangnya. Bagaimanapun juga ekonomi tidak akan selamanya cerah dan emiten yang terlalu berani berutang akan berpotensi mengalami kesulitan ketika ekonomi mulai suram.
This entry was posted in Aneka Ria Riset Investasi, Investasi and tagged , . Bookmark the permalink.

2 Responses to Apakah Kita Terlalu Optimis?

  1. As says:

    Mantappp Pak Parahita Sharingnya.. Thanks..

    Salam

    Like

  2. repento says:

    dengan situasi demikian sektor apa sajakah yg masih layak koleksi pak parahita ?

    Like

Sampaikan komentar Anda